Dawn Before Time – Two Years Building Previs, Techvis & Postvis

Sesuatu yang luar biasa terjadi ketika sebuah hal melebihi ekspektasi. Untuk para fans komik Marvel, dapat melihat ke enam superhero-nya di layar lebar adalah sebuah penantian yang sudah lama ditunggu. Penulis dan director Joss Whedon berhasil merealisasikan film The Avengers dengan script dan dialog yang cerdas. Film ini berhasil meraih box office dengan keuntungan lebih dari 200 juta USD pada minggu pertama.

(Poster film The Avengers 2012)

Ada banyak alasan mengapa The Avengers bisa mendapatkan hasil yang baik, setidaknya untuk bagian VFX yang di pimpin oleh Janek Sirss dan tim nya di Industrial Light & Magic, Weta Digital, Pixomondo, Digital Domain, Scanline VFX, Luma Pictures, Hydraulx, Fuel VFX, Evil Eye Pictures dan lainnya. Satu-satunya studio yang membantu Whedon dalam merancang previs dan postvis adalah The Third Floor.

(The Third Floor, studio VFX yang fokus dalam pembuatan previs)

Nick Markel bertugas untuk memimpin 15 orang artist Third Floor sebagai supervisor previs dari Agustus 2010 sampai Agustus 2011. Setelahnya adalah tugas Gerardo Ramirez yang menjadi supervisor untuk technical previs (techvis) dari bulan Mei 2011 sampai Januari 2012.

(Nick Markel, Co-Founder dan Previs Supervisor)

Previs (Previsualization)

Di studio (The Third Floor), kami mengerjakan tiga previs utama, yakni adegan action di gunung dimana Captain America, Thor dan Iron Man saling melawan satu sama lain, yang kemudian di realisasikan oleh Weta Digital. Adegan berikut-nya adalah ketika Hawkeye meledakan mesin pesawat dan saat Hulk berkelahi dengan Thor. Previs terakhir adalah adegan pertarungan terakhir antara The Avengers melawan Loki dengan pasukannya di kota New York.

(Salah satu shot previs untuk bagian pertama)

“Ketika saya menyelesaikan pembuatan filmnya, sequence terakhir kira-kira berdurasi 26 menit”, kata Nick Markel. “Hal yang menarik adalah adegan ini mengambil setting tempat di New York, sehingga kami punya waktu untuk mencari referensi tempat dan lokasi”.

Para Artist previs mulai dengan membuat storyboard, tapi kadang-kadang kedua proses ini saling overlap. “Kami punya kesempatan untuk duduk bersama melakukan review storyboard dan melihat bagaimana Director Joss Whedon bereaksi pada visual-nya”. “Tidak hanya itu, lead storyboard artist kami Bryan Andrew juga turut serta dalam review”.

(Director Josh Whedon)

Untuk previs, para artist Thrid Floor bekerja di Maya dengan model low-res yang telah mereka buat pada film – film Marvel sebelumnya. Biasanya ini membutuhkan waktu setidak-nya dua minggu sampai satu bulan untuk menyelesaikan semua asset sebelum previs mulai dibuat. Markel juga menambahkan “kami bekerja terus untuk asset yang muncul kemudian”.

Untuk pass pertama artist akan mendesain angel kamera, shot frame dan blocking setiap karakter pada sebuah gambar still. “Kami bekerja dalam area tiga dimensi, membuat still frame untuk menghasilkan ide-ide spontan dan mendapat gambaran umum sebuah shot dari director”, kata dia, “Ini juga berguna sebagai blueprint untuk motion capture”.

Untuk motion capture, The Third Floor menggunakan Xsens MVN, sebuah tools dengan sensor inertia untuk menangkap data biometris setiap gerakan yang dilakukan. “Hal yang menarik adalah, kita bisa membuat motion capture sambil terbang”, ungkap Markel. “Kami memasang baju untuk mocap kepada stuntman. Kami banyak menggunakan animasi mocap untuk mendapatkan previs yang bagus dengan menitikberatkan kedalam animasi dari pada keyframing. Ini membuat kamu seperti menonton film dalam resolusi video game.

(Motion Capture Tools Xsens MVN)

Walaupun data motion capture bekerja dengan sangat baik untuk Thor, Captain America dan Iron Man, Black Panther dan Hawkeye, animator menggerakan Hulk dengan keyframe “Dia tokoh yang memiliki proporsi tubuh dan cara bergerak yang unik” . Markel menjelaskan “Hulk itu besar dan kuat, tapi dia ada di dunia kita dengan fisik kami. Kami mencoba untuk membuat gerakan-nya dalam previs seakurat mungkin dengan dunia nyata”.

(Previs dengan karakter Hulk)

Karena para artist biasanya baru mulai mengerjakan previs sebelum DoP (Director of Photography) bergabung dalam produksi, mereka sering tidak tahu, lensa kamera apa yang akan digunakan oleh cinematographer. “Apabila kami tidak tahu lensa kameranya, biasanya kami menggunakan kamera 35mm”, sebut Markel. “Begitu kami mendapatkan informasi lain (seperti lensa) kami akan menyesuaikan-nya lagi”.

Untuk gaya shooting, tim previs mendapatkan catatan dari Director dan DoP begitu dia mulai melakukan shooting. Untuk film ini, Markel membawa director Joss Whedon dan cinematographer Seamus McGarvey mengunjungi studio Third Floor untuk melihat tempat shooting digital. Mereka (Third Floor) memiliki tiga InterSense IS-900, sebuah kamera virtual lengkap dengan motion tracking system milik Autodesk MotionBuilder. Perlengkapan yang mereka punya sangat mirip dengan perlengkapan yang kami gunakan bersama Robert Zemeckis di film Beowulf dan Mars Needs Moms“. “Kandang-kadang kami menggunakan sistem tersebut untuk melakukan shooting, tapi untuk film ini (The Avengers) hanya digunakan untuk mendapatkan angle dan lokasi shoot yang bagus bagi Joss dan Seamus dalam mengidentifikasi kendala-kendala yang ada sebelum shooting”.

(Seamus McGarvey, Director of Photography The Avengers [2012])

Markel dan previs artist setiap minggu-nya akan melakukan meeting untuk melakukan review, namun director terkadang datang dan  melihat hasil kerja terakhir kami. “Dia itu hebat, dia punya sense of art yang baik, dan kami berempat akan berkolaborasi untuk merealisasikan ide tersebut”, kata Markel. Cara saya dalam menggunakan previs adalah untuk mendapatkan bagian kreatif dalam tiap shotnya. Saya tidak ingin director menyukai sesuatu yang tidak mungkin untuk di shot, tapi kita ingin menyediakan ruang yang cukup untuk berkreatifitas. Kami selalu menjaga hal-hal teknis di dalam otak kami, tapi hal yang paling sulit untuk dicapai adalah kreatifitas. Begitu kami memiliki ide untuk sebuah shot, kami akan mengaplikannya kedalam previs untuk melihat apa saja kendala teknis yang akan muncul. Hal ini juga kami lakukan dalam tahap selanjut-nya techvis.

Techvis (Technical Visualization)

“Kami akan menyiapkan techvis lewat prinsip – prinsip fotografi”, kata Ramirez. “Kami akan membuat diagram dan breakdown teknis untuk mendukung setiap tim produksi kami”. Contohnya, dalam mengerjakan footage helicarrier, bagian jembatan-nya dibuat dengan kalkulasi angle kamera secara penuh oleh artist techvis. Kemudian, mereka akan mengkalkulasi posisi angle kamera untuk shooting di udara. Dengan ini kami tidak perlu membuat langit dengan CG” Ramirez juga menyebutkan “Mereka bisa melakukan shooting untuk setiap angle dengan perspektif yang benar”.

(Gerardo Ramirez, Previs Supervisor The Third Flor)

Untuk adegan peperangan The Avengers dengan pasukan Loki, kami melakukan kalkulasi terhadap volume ledakan “Shot didalam-nya sudah kami buat dalam bentuk Previs”, kata Ramirez. “Tim VFX meminta breakdown teknis ketinggian dan kecepatan asap agar tidak menutupi pandangan kamera”.

(Contoh skema Techvis)

Tim special effects akan melakukan shot ledakan seperti apa yang mereka rencanakan dan Studio Third Floor akan membuat shot duplikat dalam bentuk CG di Meksiko. Para artist techvis akan menyocokan bentuk, volume dan kecepatan ledakan pada tiap frame-nya untuk mengetahui apa yang kamera lihat. Dari situ kami bisa mengira-ngira dimana posisi ledakan dapat kami taruh. “Kami memberikan mereka pergerakan kamera baru, timing ledakan baru dengan shot karakter yang berlari”. Tim benar-benar membuat ledakan yang sesuai dengan skema techvis dan itu tampak bagus dilayar kaca.

Postvis (Post Visualization)

Begitu proses shooting dimulai, tim postvis dari Third Floor akan mengaplikasikan berbagai elemen previs kedalam plate yang mereka terima. “Salah satu kelebihan postvis adalah ketika shooting kami bisa mengaplikasikan visual previs pada shot dalam waktu yang sama untuk mengetahui apakah footage vfx & kamera-nya cocok”. Ramirez juga berkata “Kadang-kadang kami mengaplikasikan karakter CG bersama dengan set properti-nya kedalam beberapa shot kemudian director dan editorial memutuskan untuk melakukan shot ulang dengan versi yang berbeda.

(Pengaplikasian previs kedalam hasil shooting menjadi Postvis)

Postvis juga memberikan director dan editor kemungkinan untuk melakukan cut, terutama untuk sequence yang dibuat menggunakan efek CG. Faktanya Ramirez bekerja lebih dekat dengan tim editorial. “Adegan pertarungan terakhir adalah sebuah tantangan yang sangat besar”, kata Ramirez.”Banyak adegan action dan jarang sekali adegan dialog-nya. Kami menghabiskan cukup banyak waktu untuk melakukan postvis, karena memiliki elemen dan karakter yang banyak. Di salah satu shot-nya terdapat satu kamera yang bergerak mengikuti setiap karakter The Avengers. Kami punya 6 atau 7 elemen yang harus kami tracking dalam shot greenscreen tersebut sebelum menyatukannya dengan CG dalam satu buah gerakan kamera besar. Berkat previs pula kami memiliki banyak mocap yang dapat kami gunakan lagi dalam postvis.

Di Meksiko Ramirez dan tim-nya melakukan tracking pada kamera, melakukan techvis, animasi dan compositing. Setelah principal photography diambil tim berlanjut menuju studio produksi Marvel di Manhattan Beach. “Disana persiapan-nya sangat baik”, ujar Ramirez. “Ini merupakan pengalaman yang menarik untuk bisa dekat dengan tim produksi dalam melewati proses previs, techvis dan postvis”.

(Previs [atas] Final Shot [bawah])